SENTABET - Awalnya aku tak terlalu tertarik dengan
pasangan suami-istri muda yang baru tinggal di samping rumahku itu.
Suaminya yang bernama Bram, berusia sekitar 32 tahun, merupakan seorang
pria dengan wajah tirus dan dingin. Sangat mahal senyum.
Sedang istrinya, seorang wanita 23
tahun, bertubuh sintal yang memiliki sepasang mata membola cantik, raut
wajah khas wanita Jawa. Tak beda jauh dengan suaminya, dia juga terlihat
kaku dan tertutup. Tapi watak itu, agaknya lebih disebabkan oleh sikap
pendiam dan pemalunya.
Maryati Sehari-harinya, dia selalu
mengenakan pakaian kebaya. Latar belakang kehidupan pedesaan wanita
berambut ikal panjang ini, terlihat masih cukup kental, Jakarta tak
membuatnya berubah. Aku hanya sempat bicara dan bertemu lebih dekat
dengan pasangan ini, dihari pertama mereka pindah.
Saat mengangkat barang-barangnya, aku
kebetulan baru pulang dari jogging dan lewat di depan pintu pagar
halaman rumah yang mereka kontrak. Setelah itu, aku tak pernah lagi
kontak dengan keduanya. Aku juga tak merasa perlu untuk mengurusi
mereka.
Perasaan dan pikiranku mulai berubah,
khususnya terhadap si Istri yang bernama Maryati, ketika suatu pagi
bangun dari tidur aku duduk di balik jendela. Dari arah sana, secara
kebetulan, juga melalui jendela kamarnya, aku menyaksikan si Istri
sedang melayani suaminya dengan sangat telaten dan penuh kasih.
Mulai menemani makan, mengenakan
pakaian, memasang kaos kaki, sepatu, membetulkan letak baju, sampai
ketika mencium suaminya yang sedang bersiap-siap untuk turun kerja,
semua itu kusaksikan dengan jelas. Aku punya kesimpulan wanita lumayan
cantik itu sangat mencintai pasangan hidupnya yang berwajah dingin
tersebut.
Entah mengapa, tiba-tiba saja muncul
pertanyaan nakal di otakku. Apakah Istri seperti itu memang memiliki
kesetiaan yang benar-benar tulus dan jauh dari pikiran macam-macam
terhadap suaminya? Sebutlah misalnya berhayal pada suatu ketika bisa
melakukan petualangan seksual dengan lelaki lain?
Apakah seorang istri seperti itu mampu
bertahan dari godaan seks yang kuat, jika pada suatu ketika, dia
terposisikan secara paksa kepada suatu kondisi yang memungkinkannya
bermain seks dengan pria lain? Apakah dalam situasi seperti itu, dia
akan melawan, menolak secara total meski keselamatannya terancam?
Atau apakah dia justru melihat godaan
seks sebagai peluang untuk dimanfaatkan, dengan dalih ketidakberdayaan
karena berada dibawah ancaman? Pertanyaan-pertanyaan itu, secara kuat
menyelimuti otak dudaku yang memang kotor dan suka berhayal tentang
penyimpangan seksual.
Sekaligus juga akhirnya melahirkan
sebuah rencana biadab, yang jelas sarat dengan resiko dosa dan hukum
yang berat. Aku ingin memperkosa Maryati! Wuah! Tapi itulah memang tekad
yang terbangun kuat di otak binatangku. Sesuatu yang membuatmu mulai
hari itu, secara diam-diam melakukan pengamatan dan penelitian intensif
terhadap pasangan suami istri muda tersebut.
Kuamati, kapan keduanya mulai bangun,
mulai tidur, makan dan bercengkrama. Kapan saja si Suami bepergian ke
luar kota lebih dari satu malam, karena tugas perusahaannya sebuah
distributor peralatan elektronik yang cukup besar. Dengan kata lain,
kapan Maryati, wanita dengan sepasang buah dada dan pinggul yang montok
sintal itu tidur sendirian di rumahnya.
Untuk diketahui, pasangan ini tidak
punya pembantu. Saat itulah yang bakal kupilih untuk momentum
memperkosanya. Menikmati bangun dan lekuk-lekuk tubuhnya yang memancing
gairah, sambil menguji daya tahan kesetiaannya sebagai istri yang bisa
kukategorikan lumayan setia.
Sebab setiap suaminya bepergian atau
sedang keluar, wanita ini hanya mengunci diri di dalam rumahnya. Selama
ini bahkan dia tak pernah kulihat meski hanya untuk duduk-duduk di
terasnya yang besar. Itu ciri Ibu Rumah Tangga yang konservatif dan
kukuh memegang tradisi sopan-santun budaya wanita timur yang sangat
menghormati suami.
Meski mungkin mereka sadar, seorang
suami, yang terkesan sesetia apapun, jika punya peluang dan kesempatan
untuk bermain gila, mudah terjebak ke sana. Aku tahu suaminya, si Bram
selalu bepergian keluar kota satu atau dua malam, setiap hari Rabu.
Apakah benar-benar untuk keperluan
kantornya, atau bisa jadi menyambangi wanita simpanannya yang lain. Dan
itu bukan urusanku. Yang penting, pada Rabu malam itulah aku akan
melaksanakan aksi biadabku yang mendebarkan. Semua tahapan tindakan yang
akan kulakukan terhadap wanita yang di mataku semakin menggairahkan
itu, kususun dengan cermat.
Aku akan menyelinap ke rumahnya hanya
dengan mengenakan celana training minus celana dalam, serta baju kaos
ketat yang mengukir bentuk tubuh bidangku. Buat Anda ketahui, aku pria
macho dengan penampilan menarik yang gampang memaksa wanita yang
berpapasan denganku biasanya melirik. Momen yang kupilih, adalah pada
saat Maryati akan tidur.
Karena berdasarka hasil pengamatanku,
hanya pada saat itu, dia tidak berkebaya, cuma mengenakan daster tipis
yang (mungkin) tanpa kutang. Aku tak terlalu pasti soal ini, karena cuma
bisa menyaksikannya sekelebat saja lewat cara mengintip dari balik kaca
jendelanya dua hari lalu.
Kalau Maryati cuma berdaster, berarti
aku tak perlu disibukkan untuk melepaskan stagen, baju, kutang serta
kain yang membalut tubuhnya kalau lagi berkebaya. Sedang mengapa aku
cuma mengenakan training spack tanpa celana dalam, tahu sendirilah.
Aku menyelinap masuk ke dalam rumahnya
lewat pintu dapur yang terbuka petang itu. Saat Maryati pergi mengambil
jemuran di kebun belakangnya, aku cepat bersembunyi di balik tumpukan
karton kemasan barang-barag elektronik yang terdapat di sudut ruangan
dapurnya. Dari sana, dengan sabar dan terus berusaha untuk mengendalikan
diri, wanita itu kuamati sebelum dia masuk ke kamar tidurnya. Dengan
mengenakan daster tipis dan ternyata benar tanpa kutang kecuali celana
dalam di baliknya.
Si Istri Setia itu memeriksa kunci-kunci
jendela dan pintu rumahnya. Dari dalam kamarnya terdengar suara acara
televisi cukup nyaring. Nah, pada saat dia akan masuk ke kamar tidurnya
itulah, aku segera memasuki tahapan berikut dari strategi memperkosa
wanita bertubuh sintal ini.
Dia kusergap dari belakang, sebelah
tanganku menutup mulutnya, sedang tangan yang lain secara kuat mengunci
kedua tangannya. Maryati terlihat tersentak dengan mata terbeliak lebar
karena terkejut sekaligus panik dan ketakutan.
Dia berusaha meronta dengan keras. Tapi
seperti adegan biasa di film-film yang memperagakan ulah para bajingan,
aku cepat mengingatkannya untuk tetap diam dan tidak bertindak bodoh
melakukan perlawanan. Hanya bedanya, aku juga mengutarakan permintaan
maaf.
“Maafkan saya Mbak. Saya tidak tahan
untuk tidak memeluk Mbak. Percayalah, saya tidak akan menyakiti Mbak.
Dan saya bersumpah hanya melakukan ini sekali. Sekali saja,” bisikku
membujuk dengan nafas memburu akibat nafsu dan rasa tegang luar biasa.
Maryati tetap tidak peduli. Dia berusaha
mengamuk, menendang-nendang saat kakiku menutup pintu kamarnya dan
tubuhnya kepepetkan ke dinding.
“Kalau Mbak ribut, akan ketahuaan orang.
Kita berdua bisa hancur karena malu dan aib. Semua ini tidak akan
diketahui orang lain. Saya bersumpah merahasiakannya sampai mati, karena
saya tidak mau diketahui orang lain sebagai pemerkosa,” bisikku lagi
dengan tetap mengunci seluruh gerakan tubuhnya.
Tahapan selanjutnya, adalah menciumi
bagian leher belakang dan telinga wanita beraroma tubuh harum merangsang
itu. Sedang senjataku yang keras, tegang, perkasa dan penuh urat-urat
besar, kutekankan secara keras ke belahan pantatnya dengan gerakan
memutar, membuat Maryati semakin terjepit di dinding. Dia mencoba
semakin kalap melawan dan meronta, namun apalah artinya tenaga seorang
wanita, di hadapan pria kekar yang sedang dikuasai nafsu binatang
seperti diriku.
Aksi menciumi dan menekan pantat Maryati
terus kulakukan sampai lebih kurang sepuluh menit. Setelah melihat ada
peluang lebih baik, dengan gerakan secepat kilat, dasternya
kusingkapkan. Celana dalamnya segera kutarik sampai sobek ke bawah, dan
sebelum wanita ini tahu apa yang akan kulakukan, belahan pantatnya
segera kubuka dan lubang anusnya kujilati secara buas.
Maryati terpekik. Sebelah tanganku
dengan gesit kemudian menyelinap masuk diantara selangkangannya dari
belakang dan meraba serta meremas bagian luar kemaluannya, tapi
membiarkan bagian dalamnya tak terjamah.
Strategiku mengingatkan belum waktunya
sampai ke sana. Aksi menjilat dan meremas serta mengusap-usap ini
kulakukan selama beberapa menit. Maryati terus berusaha melepaskan diri
sambil memintaku menghentikan tindakan yang disebutnya jahanam itu. Dia
berulang-ulang menyebutku binatang dan bajingan. Tak soal. Aku memang
sudah jadi binatang bajingan. Dan sekarang sang bajingan sudah tanpa
celana, telanjang sebagian.
“Akan kulaporkan ke suamiku,” ancamnya kemudian dengan nafas terengah-engah.
Aku tak menyahut sambil bangkit berdiri
serta menciumi pundaknya. Lalu menempelkan batang perkasaku yang besar,
tegang dan panas diantara belahan pantatnya. Menekan dan
memutar-mutarnya dengan kuat di sana. Sedang kedua tanganku menyusup ke
depan, meraba, meremas dan memainkan puting buah dada besar serta montok
wanita yang terus berjuang untuk meloloskan diri dari bencana itu.
“Tolong Mas Dartam, lepaskan aku. Kasihani aku,” ratapnya.
Aku segera menciumi leher dan belakang telinganya sambil berbisik untuk membujuk, sekaligus memprovokasi.
“Kita akan sama-sama mendapat kepuasan
Mbak. Tidak ada yang rugi, karena juga tidak akan ada yang tahu. Suamimu
sedang keluar kota. Mungkin juga dia sedang bergulat dengan wanita
lain. Apakah kau percaya dia setia seperti dirimu,” bujukku mesra.
“Kau bajingan terkutuk,” pekiknya dengan marah.
Sebagai jawabannya, tubuh putih yang
montok dan harum itu (ciri yang sangat kusenangi) kali ini kupeluk
kuat-kuat, lalu kuseret ke atas ranjang dan menjatuhnya di sana.
Kemudian kubalik, kedua tangannya kurentangkan ke atas.
Selanjutnya, ketiak yang berbulu halus
dan basah oleh keringat milik wanita itu, mulai kuciumi. Dari sana,
ciumanku meluncur ke sepasang buah dadanya. Menjilat, menggigit-gigit
kecil, serta menyedot putingnya yang terasa mengeras tegang.
“Jangan Mas Darta. Jangan.. Tolong lepaskan aku.”
Wanita itu menggeliat-geliat keras.
Masih tetap berusaha untuk melepaskan diri. Tetapi aku terus bertindak
semakin jauh. Kali ini yang menjadi sasaranku adalah perutnya. Kujilat
habis, sebelum pelan-pelan merosot turun lebih ke bawah lalu
berputar-putar di bukit kemaluannya yang ternyata menggunung tinggi,
mirip roti. Sementara tanganku meremas dan mempermainkan buah dadanya,
kedua batang paha putih dan mulusnya yang menjepit rapat, berusaha
kubuka.
Maryati dengan kalap berusaha bangun dan
mendorong kepalaku. Kakinya menendang-nendang kasar. Aku cepat
menjinakkannya, sebelum kaki dan dengkul yang liar itu secara telak
membentur dua biji kejantannanku. Bisa celaka jika itu terjadi. Kalau
aku semaput, wanita ini pasti lolos.
Setelah berjuang cukup keras, kedua paha
Maryati akhirnya berhasil kukuakkan. Kemudian dengan keahlian melakukan
cunnilingus yang kumiliki dari hasil belajar, berteori dan berpraktek
selama ini, lubang dan bibir kelamin wanita itu mulai menjadi sasaran
lidah dan bibirku.
Tanpa sadar Maryati terpekik, saat
kecupan dan permainan ujung lidahku menempel kuat di klitorisnya yang
mengeras tegang. Kulakukan berbagai sapuan dan dorongan lidah ke
bagian-bagian sangat sensitif di dalam liang senggamanya, sambil
tanganku terus mengusap, meremas dan memijit-mijit kedua buah dadanya.
Maryati menggeliat, terguncang dan tergetar, kadang menggigil, menahan
dampak dari semua aksi itu. Kepalanya digeleng-gelengkan secara keras.
Entah pernyataan menolak, atau apa.
Sambil melakukan hal itu, mataku
berusaha memperhatikan permukaan perut si Istri Setia ini. Dari sana aku
bisa mempelajari reaksi otot-otot tubuhnya, terhadap gerakan lidahku
yang terus menyeruak masuk dalam ke dalam liang senggamanya. Dengan
sentakan-sentakan dan gelombang di bagian atas perut itu, aku akan tahu,
di titik dan bagian mana Maryati akan merasa lebih terangsang dan
nikmat.
Gelombang rangsangan yang kuat itu
kusadari mulai melanda Maryati secara fisik dan emosi, ketika
perlawanannya melemah dan kaki serta kepalanya bergerak semakin resah.
Tak ada suara yang keluar, karena wanita ini menutup bahkan menggigit
bibirnya.
Geliat tubuhnya bukan lagi refleksi dari
penolakan, tetapi (mungkin) gambaran dari seseorang yang mati-matian
sedang menahan kenikmatan. Berulang kali kurasakan kedua pahanya
bergetar. Kemaluannya banjir membasah.
Ternyata benar analisa otak kotorku
beberapa pekan lalu akan godaan seks. Bahwa sesetia apapun seorang
Istri, ada saat di mana benteng kesetiaan itu ambruk, oleh rangsangan
seksual yang dilakukan dalam tempo relatif lama secara paksa, langsung,
intensif serta tersembunyi oleh seorang pria ganteng yang ahli dalam
masalah seks.
Maryati telah menjadi contoh dari hal
itu. Mungkin juga ketidakberdayaan yang telah membuatnya memilih untuk
pasrah dr godaan seks. Tetapi rasanya aku yakin lebih oleh gelora nafsu
yang bangkit ingin mencari pelampiasan akibat rangsangan yang kulakukan
secara intensif dan ahli di seluruh bagian sensitif tubuhnya.
Aksiku selanjutnya adalah dengan memutar
tubuh, berada di atas Maryati, memposisikan batang kejantananku tepat
di atas wajah wanita yang sudah mulai membara dibakar nafsu birahi itu.
Aku ingin mengetahui, apa reaksinya jika terus kurangsang dengan batang
perkasaku yang besar dan hangat tepat berada di depan mulutnya. Wajahku
sendiri, masih berada diantara selangkangannya dengan lidah dan bibir
terus menjilat serta menghisap klitoris dan liang kewanitaannya.
Paha Maryati sendiri, entah secara sadar
atau tidak, semakin membuka lebar, sehingga memberikan kemudahan bagiku
untuk menikmati kelaminnya yang sudah membanjir basah. Mulutnya
berulangkali melontarkan jeritan kecil tertahan yang bercampur dengan
desisan. Aksi itu kulakukan dengan intensif dan penuh nafsu, sehingga
berulang kali kurasakan paha serta tubuh wanita cantik itu bergetar dan
berkelojotan.
Beberapa menit kemudian mendadak kurasa
sebuah benda basah yang panas menyapu batang kejantananku, membuatku
jadi agak tersentak. Aha, apalagi itu kalau bukan lidah si Istri Setia
ini. Berarti, selesailah sudah seluruh perlawanan yang dibangunnya
demikian gigih dan dari godaan seks tadi.
Wanita ini telah menyerah dr godaan
seks. Namun sayang, jilatan yang dilakukannya tadi tidak diulanginya,
meski batang kejantananku sudah kurendahkan sedemikian rupa, sehingga
memungkinkan mulutnya untuk menelan bagian kepalanya yang sudah sangat
keras, besar dan panas itu.
Boleh jadi wanita ini merasa dia telah
menghianati suaminya jika melakukan hal itu, menghisap batang kejantanan
pria yang memperkosanya! Tak apa. Yang penting sekarang, aku tahu dia
sudah menyerah dr godaan seks. Aku cepat kembali membalikkan tubuh.
Memposisikan batang kejantananku tepat
di depan bukit kewanitaannya yg sudah merekah dan basah oleh cairan dan
air ludahku. Aku mulai menciumi pipinya yg basah oleh air mata dan
lehernya. Kemudian kedua belah ketiaknya. Maryati menggelinjang liar
sambil membuang wajahnya ke samping. Tak ingin bertatapan denganku.
Buah dadanya kujilati dengan buas,
kemudian berusaha kumasukan sedalam-dalamnya ke dalam mulutku. Tubuh
Maryati mengejang menahan nikmat. Tindakan itu kupertahankan selama
beberapa menit. kemudian batang kejantananku semakin kudekatkan ke bibir
kemaluannya.
Ah.., wanita ini agaknya sudah mulai
tidak sabar menerima batang panas yg besar dan akan memenuhi seluruh
liang sanggamanya itu. Karena kurasa pahanya membentang semakin lebar,
sementara pinggulnya agak diangkat membuat lubang sanggamanya semakin
menganga merah.
“Mbak Mar sangat cantik dan merangsang
sekali. Hanya lelaki yg beruntung dapat menikmati tubuhmu yg luar biasa
ini,” gombalku sambil menciumi pipi dan lehernya.
“Sekarang punyaku akan memasuki punya
Mbak. Aku akan memberikan kenikmatan godaan seks yg luar biasa pada
Mbak. Sekarang nikmatilah dan kenanglah peristiwa ini sepanjang hidup
Mbak.”
Setelah mengatakan hal itu, sambil
menarik otot di sekitar anus dan pahaku agar ketegangan kelaminku
semakin meningkat tinggi, liang kenikmatan wanita desa yg bermata bulat
jelita itu, mulai kuterobos. Maryati terpekik, tubuhnya menggeliat, tapi
kutahan. Batang kejantananku terus merasuk semakin dalam dan dalam,
sampai akhirnya tenggelam penuh di atas bukit kelamin yg montok berbulu
itu.
Untuk sesaat, tubuhku juga ikut bergetar
menahan kenikmatan luar biasa pada saat liang kewanitaan wanita ini
berdenyut-deyut menjepitnya. Tubuhku kudorongkan ke depan, dengan pantat
semakin ditekan ke bawah, membuat pangkal atas batang kejantananku
menempel dengan kuat di klitorisnya. Maryati melenguh gelisah. Tangannya
tanpa sadar memeluk tubuhku dengan punggung melengkung. Kudiamkan dia
sampai agak lebih tenang, kemudian mulailah gerakan alamiah untuk coitus
yg membara itu kulakukan.
Maryati kembali terpekik sambil meronta
dengan mulut mendesis dan melengguh. Tembakan batang kejantananku
kulakukan semakin cepat, dengan gerakan berubah-ubah baik dalam hal
sudut tembakannya, maupun bentuknya dalam melakukan penetrasi.
Kadang lurus, miring, juga memutar,
membuat Maryati benar-benar seperti orang kesurupan. Wanita ini
kelihatanya sudah total lupa diri. Tangannya mencengkram pundakku, lalu
mendadak kepalanya terangkat ke atas, matanya terbeliak, giginya dengan
kuat menggigit pundakku.
Dia orgasme! Gerakan keluar-masuk batang
kejantananku kutahan dan hanya memutar-mutarnya, mengaduk seluruh liang
sanggama Maryati, agar bisa menyentuh dan menggilas bagian-bagian
sensitif di sana. Wanita berpinggul besar ini meregang dan berkelonjotan
berulang kali, dalam tempo waktu sekitar dua puluh detik. Semuanya
kemudian berakhir. Mata dan hidungnya segera kuciumi. Pipinya yg basah
oleh air mata, kusapu dengan hidungku.
Tubuhnya kupeluk semakin erat, sambil
mengatakan permintaan maaf atas kebiadabanku. Maryati cuma membisu. Kami
berdua saling berdiaman. Kemudian aku mulai beraksi kembali dengan
terlebih dahulu mencium dan menjilati leher, telinga, pundak, ketiak
serta buah dadanya. Kocokan kejantananku kumulai secara perlahan.
Kepalanya kuarahkan ke bagian-bagian yg sensitif atau G-Spot wanita ini.
Hanya beberapa detik kemudian, Maryati kembali gelisah.
Kali ini aku bangkit, mengangkat kedua
pahanya ke atas dan membentangkannya dengan lebar, lalu menghujamkan
batang perkasaku sedalam-dalamnya. Maryati terpekik dengan mata
terbeliak, menyaksikan batang kejantananku yg mungkin jauh lebih besar
dari milik suaminya itu, berulang-ulang keluar masuk diantara lubang
berbulu basah miliknya. Matanya tak mau lepas dari sana. Kupikir, wanita
ini terbiasa untuk berlaku seperti itu, jika bersetubuh. Wajahnya
kemudian menatap wajahku.
“Mas…” bisiknya.
Aku mengangguk dengan perasaan lebih
terangsang oleh panggilan itu, kocokanbatang kejantananku kutingkatkan
semakin cepat dan cepat, sehingga tubuh Maryati terguncang-guncang
dahsyat. Pada puncaknya kemudian, wanita ini menjatuhkan tubuhnya di
tilam, lalu menggeliat, meregang sambil meremas sprei. Aku tahu dia akan
kembali memasuki saat orgasme keduanya.
Dan itu terjadi saat mulutnya
melontarkan pekikan nyaring, mengatasi suara artis yg sedang menyanyi di
pesawat televisi di samping ranjang. Pertarungan seru akan godaan seks
itu kembali usai. Aku terengah dengan tubuh bermandi keringat, di atas
tubuh Maryati yg juga basah kuyup.
Matanya kuciumi dan hidungnya kukecup
dengan lembut. Detak jantungku terasa memacu demikian kuat. Kurasakan
batang kejantananku berdenyut-denyut semakin kuat. Aku tahu, ini saat yg
baik untuk mempersiapkan orgasmeku sendiri.
Tubuh Maryati kemudian kubalikkan, lalu
punggungnya mulai kujilati. Dia mengeluh. Setelah itu, pantatnya kubuka
dan kunaikkan ke atas, sehingga lubang anusnya ikut terbuka. Jilatan
intensifku segera kuarahkan ke sana, sementara jariku memilin dan
mengusap-usap klitorisnya dari belakang.
Maryati berulang kali menyentakkan
badannya, menahan rasa ngilu itu. Namun beberapa menit kemudian,
keinginan bersetubuhnya bangkit kembali. tubuhnya segera kuangkat dan
kuletakkan di depan toilet tepat menghadap cermin besar yg ada di
depannya. Dia kuminta jongkok di sana, dengan membuka kakinya agak
lebar.
Setelah itu dengan agak tidak sabar,
batang kejantananku yg terus membesar keras, kuarahkan ke kelaminnya,
lalu kusorong masuk sampai ke pangkalnya. Maryati kembali terpekik. Dan
pekik itu semakin kerap terdengar ketika batang kejantananku keluar
masuk dengan cepat di liang sanggamanya. Bahkan wanita itu benar-benar
menjerit berulangkali dengan mata terbeliak lupa akan godaan seks,
sehingga aku khawatir suaranya bisa didengar orang di luar.
Wanita ini kelihatannya sangat
terangsang dengan style bersetubuh seperti itu. Selain batang
kejantananku terasa lebih dahsyat menerobos dan menggesek bagian-bagian
sensitifnya, dia juga bisa menyaksikan wajahku yg tegang dalam
memompanya dari belakang. Dan tidak seperti sebelumnya, Maryati kali ini
dengan suara gemetar mengatakan dia akan keluar.
Aku cepat mengangkat tubuhnya kembali ke
ranjang. menelentangkannya di sana, kemudian menyetubuhinya
habis-habisan, karena aku juga sedang mempersiapkan saat orgasmeku. Aku
akan melepas bendungan sperma di kepala kejantananku, pada saat wanita
ini memasuki orgasmenya. Dan itu terjadi, sekitar lima menit kemudian.
Maryati meregang keras dengan tubuh bergetar. Matanya yg cantik
terbeliak.
Maka orgasmeku segera kulepas dengan
hujaman batang kejantanan yg lebih lambat namun lebih kuat serta merasuk
sedalam-dalamnya ke liang kewanitaan Maryati. Kedua mata wanita itu
kulihat terbalik, Maryati meneriakkan namaku saat spermaku menyembur
berulang kali dalam tenggang waktu sekitar delapan detik ke dalam liang
sanggamanya. Tangannya dengan kuat merangkul tubuhku dan tangisnya
segera muncul. Kenikmatan luar biasa itu telah memaksa wanita ini
menangis karena jatuh kedalam godaan seks.
Aku memejamkan mata sambil memeluknya
dengan kuat, merasakan nikmatnya godaan seks akan orgasme yg
bergelombang itu. Ini adalah orgasmeku yg pertama dan penghabisanku
dengan wanita ini. Aku segera berpikir untuk berangkat besok ke
Kalimantan, ke tempat pamanku.
Aku tidak boleh lagi mengulangi godaan seks ini. Tidak boleh, meski misalnya Maryati memintanya.
No comments:
Post a Comment